Mahasiswa  tercatat dalam sejarah sebagai sekelompok pemuda yang bergerak untuk  memperjuangkan hak rakyat tertindas. Pergerakan mahasiswa seringkali  menjadi dinamisator dan memicu pergerakan rakyat yang mengharapkan  perubahan menuju kehidupan yang menempatkan manusia sebagai manusia. 
Saat  ini, rakyat sudah pupus harapan kepada pemimpinnya karena sudah terlalu  lama menjadi budak kemiskinan dan kebodohan. Sementara pemerintah  kerapkali mengeluarkan kebijakan yang tidak memihak rakyat dan bahkan  menyalahgunakan kewenangannya. Untuk itulah, mahasiswa memposisikan  dirinya sebagai middle class yang mampu menjadi penyambung lidah antara rakyat dengan pemerintah.
Hakikatnya  mahasiswa adalah bagian dari rakyat. Hanya saja terdapat beberapa  faktor yang menyebabkan mahasiswa memiliki fungsi sosial yang berbeda  dengan rakyat pada umumnya. Jiwa muda yang merasuki mahasiswa membuat  manusia-manusia yang memiliki gelar tersebut menjadi sosok yang dinamis  dan emosional dalam melakukan perjuangan. Perjuangan mahasiswa dilandasi  oleh nilai yang tertanam dalam sanubarinya dan tertuang dalam bentuk  idealisme. Selain itu kapasitas intelektual mahasiswa memberikan nilai  tambah bagi daya juang mahasiswa.
Sumbu  pergerakan mahasiswa adalah realita bangsa yang jauh dari kondisi  ideal. Sedangkan percik api yang menyulut sumbu tersebut berasal dari  kesadaran mahasiswa atas tanggung jawab sosialnya terhadap rakyat serta  kemampuannya dalam berempati atas penderitaan rakyat. Manifestasi dari  ledakan pergerakan ini adalah sebuah perubahan untuk mewujudkan  masyarakat madani yang berkeadilan sosial dan sejahtera.
Cita-cita  luhur perjuangan mahasiswa akan sulit tercapai jika tidak diisi dengan  individu-individu mahasiswa yang unggul. Tanpa bermaksud mengindahkan  ragam dimensi kemanusiaan insan mahasiswa, penulis mencoba merumuskan  beberapa karakter mahasiswa unggul, yakni: empatik, berintegritas,  berjiwa insan akademis, dan visioner.
Untuk  menumbuhkan karakter empatik mahasiswa harus secara intensif  berinteraksi dengan rakyat. Kemudian mahasiswa harus melihat bahkan  merasakan langsung kesulitan-kesulitan yang dirasakan oleh rakyat. Namun  tuntutan akademik yang ada selalu saja menjadi alasan atas keengganan  mahasiswa untuk terlibat lebih jauh dalam agenda-agenda sosial.  Institusi pendidikan tinggi seakan menjadi menara gading yang memisahkan  kehidupan mahasiswa dengan rakyat. Teori-teori pendidikan seringkali  hanya bersarang di otak mahasiswa tanpa diberdayagunakan untuk  mendatangkan perbaikan bagi kehidupan bangsa. Mahasiswa hendaknya  belajar dari realitas yang ada di luar ruang kuliah alih-alih sekedar  dari buku ataupun slide presentasi. Dengan belajar dari realitas,  mahasiswa dapat terpacu untuk merumuskan ataupun mengembangkan  teori-teori yang solutif bagi problematika yang ada.
Sebagai guardian of value,  mahasiswa memiliki kewajiban untuk menjunjung tinggi integritas diri.  Tokoh keteladanan yang dibangun dengan integritas diri dapat menjamin  proses regenerasi secara tidak langsung. Estafet pergerakan  kemahasiswaan pun akan dapat mencapai garis finish-nya dengan  kecepatan maksimum. Integritas diri mampu menghasilkan divergensi nilai  kepada lingkungan sekitar termasuk rakyat. Namun sayangnya saat ini  seringkali rakyat merasa kecewa akan ketidakjujuran mahasiswa dalam  memegang teguh nilai-nilai yang dianutnya, terlebih lagi dengan adanya  distorsi pengopinian oleh media massa mengenai anarkisme mahasiswa.
Jiwa  insan akademis sepantasnya melekat secara inheren dalam diri mahasiswa.  15 tahun masa pendidikan yang ditempuh oleh individu sebelum menjadi  mahasiswa, seharusnya menghantarkan individu tersebut kepada pola  berpikir ilmiah. Pola pikir ini menuntut mahasiswa dalam  merasionalisasikan kebenaran ilmiah berdasarkan mengabaikan kebenaran  mutlak milik Dzat Yang Maha Mengetahui. Pola pikir ini juga dijadikan  mahasiswa sebagai koridor untuk mengkritisi segala permasalahan yang ada  serta kemudian memberikan solusi atas permasalah tersebut. Dalam  menghadapi segala dinamika masalah yang ada saat ini dan mungkin muncul  di masa datang, mahasiswa dituntut untuk menjadi pembelajar yang  senantiasa mengembangkan potensi dirinya.
Tujuan  kemahasiswaan tidak akan tercapai jika mahasiswa tidak mempunya visi  yang jauh menembus masanya. Visi dapat memberikan energi kepada  mahasiswa untuk terus bergerak mencapai tujuannya. Setiap aksi yang  dilakukan mahasiswa akan menjadi serangkaian sinergi untuk membumikan  visinya tersebut. Ketika mahasiswa melepaskan statusnya dan kemudian  menceburkan diri pada realita kehidupan yang ada, seringkali  idealismenya akan memudar. Namun dengan visi yang kuat, mahasiswa  diharapkan dapat mempertemukan idealisme dengan realita. Jika individu  mahasiswa menjadi birokrat, maka ia akan menjadi birokrat yang  antri-korupsi dan bekerja dengan penuh tanggung jawab. Jika individu  mahasiswa menjadi pengusaha, maka ia akan menjadi pengusaha yang tidak  hanya mengeksploitasi modal untuk mengejar profit tapi juga mampu  membangun komunitas masyarakat sekitarnya. Apapun peran yang akan  dimainkannya nanti, ia akan selalu memegang teguh nilai-nilai yang  selama ini dianutnya selama berkecimpung dalam kemahasiswaan untuk  mewujudkan visinya.
sumber : http://kamayudi.wordpress.com/2008/09/20/mahasiswa-ideal/ 


Tidak ada komentar:
Posting Komentar