Jumat, 12 November 2010

Polarisasi Perdagangan Dunia


Polarisasi Perdagangan Dunia

Dinamika dan Kebijakan Proteksi Perdagangan Dunia
Sepanjang tahun 2009, berbagai isu terkait dengan perdagangan dunia terus meningkat. Berbagai kebijakan stimulus fiskal maupun moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya mampu membawa kembali perdagangan ke tingkat sebelum krisis. Ketatnya kondisi likuiditas global, tingginya indikator resiko di sektor keuangan telah mengakibatkan sumber pembiayaan perdagangan global menjadi semakin terbatas. Sementara itu, anjloknya perekonomian dan permintaan global berdampak negatif terhadap perkembangan ekspor dan kinerja sektor usaha yang terus melambat. Untuk mengurangi dampak krisis keuangan global tersebut serta menjaga agar berbagai sektor produksi dalam negeri dapat bertahan, banyak Negara akhirnya menempuh kebijakan dalam bentuk protektisme perdagangan.
Di sisi lain, meskipun bentuk kerjasama perdagangan internasional terus meningkat, dampaknya terhadap pemulihan ekonomi pada saat krisis diindikasikan masih minimal. Menjelang akhir tahun, fenomena pertumbuhan ekonomi di Kawasan Asia, terutama Cina, yang masih tumbuh tinggi dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perdagangan intra-regional Cina dengan Asia. Kondisi tersebut dapat mengurangi ketergantungan ekonomi Negara-negara Asia terhadap Negara maju serta menjadikan Cina sebagai katalisator perekonomian dan perdagangan di Kawasan Asia.
Pemburukan kinerja berbagai sektor ekonomi menuntut otoritas fiskal menempuh berbagai kegiatan yang cenderung bersifat proteksionisme. Anjloknya volume perdagangan dunia sebagai akibat lemahnya permintaan serta semakin terbatasnya sumber-sumber pembiayaan mengakibatkan berbagai sektor ekonomi menghadapi permasalahan. Untuk menjaga agar perekonomiannya tidak memburuk, banyak Negara mengambil kebijakan yang cenderung proteksionisme. Namun demikian, sentimen negatif terhadap penerapan proteksi terus meningkat. Hal ini terkait dengan dampak kebijakan proteksi yang terus dilakukan pada periode-periode krisis sebelumnya, yang terbukti mengakibatkan kondisi ekonomi dan perdagangan global justru semakin meburuk.
Dalam penerapannya, terdapat perbedaan kebijakan proteksi yang ditempuh antara Negara maju dengan Negara berkembang. Bagi Negara maju, kebijakan proteksi terhadap sektor-sektor industry dalam negeri dilakukan secara langsung melalui subsidi, bailed out terhadap perusahaan penggerak ekonomi maupun tidak langsung melalui stimulus konsumsi domestik untuk pembelian produk dalam negeri. Sementara itu, bagi Negara-negara berkembang yang memiliki keterbatasan anggaran untuk subsidi, bentuk proteksi bagi industry dalam negerinya lebih difokuskan pada keringanan dalam hal regulasi, penetapan tarif bagi barang-barang impor sejenis serta kebijakan tidak langsung lainnya.
Kebijakan proteksi perdagangan dunia meningkat, diindikasikan belum akan berdampak secara signifikan terhadap perekonomian dan volume perdagangan dunia hingga akhir tahun 2009. Dengan adanya waktu dalam penerapan regulasi proteksi maka pengaruhnya diperkirakan baru akan terlihat pada perdagangan di tahun 2010. Sementara itu, kekhawatiran timbulnya distorasi atau inefisiensi harga akibat proteksi diperkirakan menjadi minimal. Di samping bertujuan untuk mempertahankan sektor industri dan perekonomian dalam negeri sebagai akibat krisis keuangan, proteksi tersebut juga diperkirakan hanya akan diterapkan hingga kondisi perekonomian kembali normal. Sejauh ini, dampak dan kekhawatiran kebijakan proteksi bagi perekonomian diperkirakan minimal, mengingat adanya berbagai bentuk koridor bagi perdagangan dunia melalui World Trade Organization (WTO) dan maraknya forum kerjasama perdagangan bebas seperti North America Free Trade Area (NAFTA) dan ASEAN Free Trade Area (AFTA)

Kerjasama Perdagangan Internasional
          Meskipun WTO mencakup hampir semua Negara dunia, namun semakin meningkatnya kompleksitas dalam kerjasama perdagangan dunia mendorong semakin banyaknya alternative kerjasama perdagangan lainnya yang bermunculan. Untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan ekspor, barbagai Negara melakukan upaya dengan melakukan kerjasama yang lebih terbatas dalam bentuk Regional Trade Agreements (RTAs) maupun Free Trade Agreements (FTAs) yang terus meningkat setiap tahunnya RTA dan FTA diharapkan memberikan dampak positif terhadap perekonomian domestik. Bagi perekonomian suatu Negara manfaat dari RTA maupun FTA terutama adalah menghapuskan hambatan perdagangan (trade barriers), mengurangi harga barang-barang impor (penghapusan tariff), meningkatkan volume perdagangan, serta mendorong efisiensi dalam proses produksi agar lebih kompetitif. Sementara itu, dampak tidak langsungnya antara lain melalui penurunan berbagai tariff/penghapusan tarif yang mampu mendorong perdagangan global yang lebih efisien.
          Kerjasama antara Negara yang memiliki skala ekonomis yang berbeda seperti Negara industri dengan Negara berkembang dapat memberikan manfaat yang tidak seimbang. Negara berkembang yang berorientasi ekspor pada umumnya mengekspor bahan mentah/komoditas cenderung akan memperoleh nilai tambah yang lebih kecil dibandingkan dengan Negara yang mengekspor barang-barang hasil olahan.
          Krisis akhir-akhir ini tidak dapat dipungkiri mempengaruhi rencana penerapan berbagai kerjasama internasional. Adanya kebijakan proteksi yang dilakukan oleh berbagai Negara untuk melindungi perekonomian dalam negerinya diperkirakan akan mempengaruhi implemntasi berbagai bentuk kerjasama perdagangan. Di samping akibat lemahnya permintaan dunia yang berdampak pada anjloknya ekspor impor, berbagai regulasi terhadap sektor yang belum kompetitif deperkirakan masih akan tetap dilakukan.



Sumber : buku laporan perekonomian Indonesia 2009 Bank Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar