Rabu, 10 November 2010

Perdagangan dan Industri dalam Pembangunan

Perdagangan dan industri mengambil peranan pokok dalam pembangunan ekonomi yang ditandai oleh proses perubahan struktural, yaitu suatu perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat. Dalam proses perubahan yang dimaksud, maka produksi di sektor sekunder (industri manufaktur dan konstruksi) beserta produksi di sektor tersier (sektor jasa yang diantaranya meliput kegiatan perdagangan) semakin meningkat dan meluas disbanding dengan perkembangan di sektor primer (pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, pertambangan). Peran perdagangan dan industri itu harus dilihat dalam sumbangannya terhadap pendapatan nasional maupun dalam kaitannya dengan kesempatan kerja dan kedudukan negara dalam lalu lintas pembayaran luar negeri. Selain itu pengalaman empidermis di negara-negara berkembang menunjukkan adanya hubungan erat yang bersifat suatu korelasi antara perkembangan ekspor dan tingkat tabungan masyarakat dalam negeri.
Kelancaran lalu intas perdagangan menjadi syarat penting bagi kontitunitas dan kepastian usaha dalam proses produksi. Di sini tampak kaitannya dengan perkembangan industri sebagai sektor yang seharusnya semakin menonjol dalam proses pembangunan. Pola dan arah kebijakan negara di bidang perdagangan sangat mempengaruhi sektor produksi, termasuk sektor industri. Masalahnya adalah apakah kebijakan tersebut senantiasa memperhatikan kelancaran dan kepastian usaha untuk menunjang sektor produksi, ataukah kebijakan itu dalam pengendaliannya justru akan menimbulkan hambatan dan rintangan. Pada gilirannya hambatan dan rintangan yang dimaksud mengekang kegiatan produksi atau menimbulkan berbagai rupa ketimpangan (distorsi) dalam struktur produksi.
Pengambangan industri dalam rangka pembangunan dilihat sebagai usaha untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) dan kemampuannya memanfaatkan secara optimal sumber alam dan daya produksi lainnya. Satu sama lain hal itu harus disertai oleh usaha untuk meluaskan ruang lingkup bidang dan jenis kegiatan manusia. Dalam haluan pandangan ini pengembangan industri menjadi fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat. Bukan sebaliknya, seakan-akan pengembangan industri dijadikan suatu tujuan otonom dengan sasaran-sasaran tersendiri lepas dari kepentingan masyarakat secara menyeluruh.
Di kebanyakan negara berkembang industri manufaktur yang dimaksud masih berada pada tahap awal pertumbuhannya. Oleh sebab itu kebijaksanaan pengembangan negara-negara berkembang sudah selayaknya dan sewajarnya harus memberi perhatian utama kepada perkembangan industri melalui langkah penunjang dan perlindungan. Dengan kata lain, bukanlah proteksi yang diketengahkan sebagai masalah. Hal yang dipersoalkan dan wajib harus selalu dikaji secara tajam ialah pernyataan sampai seberapa jauh tingginya proteksi itu, untuk masa waktu berapa lama, disbanding apa, untuk jenis industri yang mana dan untuk golongan siapa ?
Jelaslah pula bukan intervensi pemerintah yang dijadikan masalah. Dari dahulukala sejak awal dasawarsa 1950-an dalam semua gagasan, tidak urung dan secara konsisten ditekankan peranan negara dan kebijakan pemerintah sebagai factor yang menentukan pembangunan di negara-negara berkembang. Tidak wajar dan tidak mungkin pemerintah menyerahkan kegiatan ekonomi dalam masyarakat seluruhnya kepada “Permainan kekuatan-kekuatan pasar secara bebas”. Dalam keadaan struktur ekonomi masyarakat di negara-negara berkembang satu sama lain hal itu hanya akan melanjutkan kekangan terhadap kepentinngan rakyat banyak. Dalam hal ini justru dipermasalahkan adalah pola dan arah kebijakan negara dan cara pengendalinya oleh pemerintah yang bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar